Friday, October 12, 2007

Sunatan Proyek Pemerintah

Mengerjakan proyek pemerintah di SUMUT sebenarnya serba salah. apalagi untuk sebuah usaha jasa konsultan. Ah...nggak ding..kontraktor dan pengawas pun mengalami hal yang sama. yaitu Sunat.

Era orde baru ataupun reformasi sama saja. kondisinya tidak berubah sama sekali.
Sunatnya gak tangung-tanggung, 50% bahkan sampai 80% dari biaya proyek sesungguhnya. belum lagi potongan pajak resmi disana-sini yang mencapai 15 persen. Jadi misalkan saja untuk proyek perencanaan sekolah di alokasikan dana 100 juta, sunat untuk pihak Pemdanya 45%, ditambah pajak sana-sini 15%. Maka dana yang bisa digunakan untuk proyek cuma 40%. nah ketika dana itu ditarik, akan ada potongan lagi di pihak keuangan, ya...istilahnya uang pelicin. Disini kena sekitar 2 % an. dari 38% ini lah yang dibagi-bagi, antara produk desain, peralatan, dan tentunya gaji karyawan.
Tidak lah mengherankan jika dunia konsultan gak bisa makmur. gaji drafter dalam 5 tahun ini tak bisa lewat dari 1,5 Juta. Padahal, drafter bisa bisa jadi Fresh graduate S1, yang merujuk stadar Upah minimum regional bergaji 1.5 juta.

Pengalamanku pernah lebih parah lagi. dari biaya proyek perencanaan 100 juta, aku cuma dapat 10 juta. 10 Juta kotor. Sungguh aku tak habis pikir kemana uang itu larinya. Kalau tanya sana sini, pembagian terbesar uang itu adalah kepada Bupati/kepala daerah. Hanya saja data ini tentu saja di sembunyikan oleh pihak pemerintah.

Kenyataan ini sudah tahu sama tahu di antara konsultan Sumut. Padahal, konsultan Sumut cuma kebagian proyek-proyek kecil. Untuk pembangunan seperti hotel mariot, atau Medan fair plaza yang megah itu, pemda tak perduli pada kesejahteraan konsultan di daerahnya. Apa susahnya membuat peraturan untuk melibatkan konsultan lokal dalam proyek-proyek investasi asing seperti itu. paling tidak sekian persen dari tenaga ahlinya wajib menggunakan tenaga ahli dari Sumatera Utara. bukankah ini dapat jadi pemberdayaan?. kelak tenaga ahli di Sumut bisa menguasai proyek-proyek besar di daerahnya sendiri.

Kembali kehitung-hitungan persen sunatan tadi. jadi Jika APBD mengalokasikan dana sekian rupiah untuk pemabangunan, sesungguhnya Masyarakat bisa mendapatkan hasil 2 kali lipat dari yang di rencanakan.
Sayangnya..busuknya mental para birokrat diatas, hanya berfikir memperkaya diri sendiri. Kalau di lihat kemana kekayaannya bermuara:
1. Suksesi politik...menjadi anggota DPR, gubernur, dst.
2. untuk anak2 yang narkobaan.
3. beli investasi sana sini yang nantinya juga jadi rebutan anak2nya.

Hmm uang hantu dimakan setan. sampai kapan jaringan setan ini berputar?.
Wallahu'Alam





2 comments:

arkrab said...

Saya tidak sepenuhnya memahami apa yang kamu tulis di dalam artikel ini. Tapi ada beberapa isu yang saya dapat tangkap maksudnya. istilah UANG PELICIN tentu bermaksud UANG SUAPAN?. Rupa2nya nasib profesion arsitek [architect?)ini semuanya sama dimana-mana sahaja.Mengapa begitu? Arsitek sentiasanya menjadi mangsa kesejahteraannya tidak diperdulikan [appreciate. Bersabar semuga usaha murni arsitek mendapat balasan setimpal di akhirat, InsyaAllah. Long Live Architects.

peranita said...

iya, uang pelicin = uang suapan. Sunat= potongan

arsitek perlu melirik politik juga. jgn betah jd mangsa, tp harus mampu jadi pelaku perubahannya